Pendidikan Berbasis Karakter




PENDIDIKAN BERBASIS KARAKTER DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN YANG SHOLIH DAN AKROM DI PERGURUAN ISLAM MATHALI’UL FALAH KAJEN-MARGOYOSO-PATI


  1. A.    Latar belakang masalah
Permasalahan pendidikan sangat komplek dan rumit, salah satunya adalah permasalahan model dan desain yang seperti apakah yang ideal dan relevan sehingga dapat menghasilkan lulusan (out put) yang sholih dan akrom (Al-Insan Al-kamil). Sholih berarti lembaga pendidikan mampun mencetak lulusan yang dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama manusia dengan baik (hubungan horizontal) dan akrom berarti lembaga pendidikan mampu mencetak lulusan yang baik di mata Allah dan rajin beribadah (hubungan vertikal). Dua point inilah yang menjadi tujuan dan visi akhir yang harus di hasilkan oleh lembaga pendidikan kita, yaitu lulusan yang baik secara horizontal dan vertikal.
Namun kalau kita lihat di berbagai daerah tanah air ini, banyak sekali kita temukan out put atau lulusan, baik dari tingkat menengah maupun tingkat perguruan tinggi yang sering melakukan perilaku atau tindakan yang mencerminkan pola kehidupan manusia yang tidak berpendidikan, Misalnya, fenomena tawuran, perjudian, pencurian, pemerkosaan, mabuk-mabukan, hamil sebelum nikah, melakukan sek bebas, korupsi, kemunafikan politik, ketidak adilan hukum, suap, penggelapan uang dsb. Mereka semua itu adalah pelakunya mayoritas dari kalangan pelajar dan berpendidikan, bahkan tidak sedikit dari mereka yang telah menamatkan SI, SII dan SIII bahkan seorang profesor.
Realitas demikian, dikarenakan kegagalan lembaga pendidikan yang bertanggungjawab tidak dapat menghadirkan sistem pendidikan yang ideal. Sistem Pendidikan yang ada hanya menekankan pada aspek kognitif peserta didik saja, yaitu pengusaan materi pelajaran yang telah disampaikan oleh seorang guru, tanpa di imbangi dengan aspek urgen, yaitu aspek afektif. Aspek afektif yang dimaksud adalah aspek pembelajaran yang mengarah dan menekankan pada pengembangan potensi spiritual dan emosional peserta didik, yang mengarah pada pembentukan karakter (caracter building) atau kepribadian peserta didik  yang ideal.
Oleh karena itu, sistem pendidikan dan kurikulum yang ada seharusnya mengintegrasikan antara aspek kognitif,afektif sekaligus aspek psikomotorik. Namun dalam konteks pendidikan, aspek yang lebih ditekankan hendaknya aspek afektif, yaitu dengan melakukan pemantapan potensi spiritual dan potensi emosional peserta didik. Potensi spiritual mengadung nilai-nilai ketuhanan yang harus dimiliki peserta didik, sedangkan potensi emosional mengandung nilai-nilai perilaku etis, yaitu akhlaq al-karimah yang harus menjadi kepribadian peserta didik. Dengan demikian out put lembaga pendidikan akan menjadi manusia yang intelek dan memiliki kepribadian atau  karakter yang mulia.
Pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter dan kepribadian peserta didik dapat disebut dengan istilah “pendidikan karakter”. Pendidikan karakter  merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik dalam memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk  pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan   warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga   masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat    atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai agama dan sosial tertentu, yang  banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena  itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan adalah pedidikan nilai, yakni  pendidikan nilai-nilai luhur   yang bersumber dari nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya sendiri, dalam rangka  membina kepribadian peserta didik.
Dalam pendidikan berbasis karakter ada tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakannya. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Ketiga pilar tersebut ditampilkan dalam “rumah karakter” sebagai bangunan pendidikan berbasis karakter yang meliputi pondasi, tiang, dan atap. Agar ketiga pilar itu kokoh dan berjalan dengan baik, maka perlu ada kontrol, evaluasi, dan perbaikan berkelanjutan.
Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Beliau menjadi model atau idola perilaku mulia anak didik, guru, dan orangtua. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence) seperti ditawarkan oleh Prof. Howard Gardner. Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Ada anak yang cerdas musik, cerdas logik-matematik, cerdas visual-spasial, cerdas kinestetik, cerdas linguistik, cerdas interpersonal, cerdas intrapersonal, dan cerdas natural. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak.
Menurut Sang Pencetus Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, yaitu Ratna Megawangi, ada sembilan pilar pendidikan berbasis karakter, yaitui: (1) cinta Tuhan dan kebenaran; (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3) amanah; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percaya diri kreatif, dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi dan cinta damai. Ini artinya, pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (ranah kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (ranah afektif) nilai yang baik, dan mau melakukannya (ranah psikomotor).
Berdasarkan konsep-konsep yang dikemukakan di atas, paling tidak tujuan pendidikan karakter dalam konteks pendidikan ialah berupaya untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang sholih dan akrom, yaitu pribadi yang baik secara vertikal dan horizontal, bukan pribadi yang menonjol dan handal dalam intelektual saja. Tetapi kemudian munculah beberapa pertanyaan terkait pendidikan berbasis karakter, yaitu apa hakikat pendidikan berbasis karakter?… bagaimana konsep dan teknik implemensinya di lapangan?… apakah pendidikan berbasis karakter merupakan solusi yang tepat dan jelas untuk merubah sistem atau desain pendidikan yang selama ini ada?…
Berangkat dari kenyataan dan realitas diatas, penulis bermaksud merumuskan konsep pendidikan berbasis karakter dengan mengadakan penelitian kepustakaan (secara teoritis) dan lapangan (secara praksis). Oleh karena itulah penelitian ini sengaja memilih Perguruan tinggi Mathali’ul Falah (PIM) dengan penuh keyakinan lembaga ini merupakan lembaga representatif untuk penelitian tentang pendidikan berbasis karakter. Karena sistem pendidikan dan kurikulumnya yang unik dan konsisten serta telah mendapat pengakuan dari berbagai kalangan masyarakat.
Dalam penelitian ini penulis membatasi pelacakan pendidikan berbasis karakter di Perguruan Islam Mathali’ul Falah dengan merekam secara langsung pengalaman penulis ketika sekolah di lembaga tersebut dan  melakukan wawancara dengan para kiai dan para asatidz terkait. Dari data yang diperoleh, kemudian dianalisis dan dirumuskan dalam sebuah pemahaman berupa rumusan tentang hakikat pendidikan berbasis karakter, konsep dan implementasinya,.

  1. B.     Rumusan masalah
Berdasarkan paparan di atas, permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Apakah pendidikan berbasis karakter itu?
  2. Bagaimanakah konsep pendidikan berbasis karakter itu?
  3. Bagaimanakah implementasi pendidikan berbasis karakter?

  1. C.    Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
  1. Untuk merumuskan dan menemukan konsep pendidikan berbasis karakter.
  2. Untuk mendeskripsikan pendidikan berbasis karakter di Perguruan Islam Mathali’ul Falah.
  3. Untuk mengetahui cara pengimplementasian pendidikan berbasis karakter di Perguruan Islam Mathali’ul Falah.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
  1. Secara teoritis penelitian ini memberikan konsep dan implementasi pendidikan berbasis karakter ala Perguruan Islam Mathali’ul Falah.
  2. Merumuskan konsep pendidikan berbasis karakter dan implementasinya berdasarkan penelitian di Perguruan Islam Matali’ul Falah
  3. Adapun secara praktis, konsep dan teknik implementasi pendidikan berbasis karakter ala Perguruan Islam Mathali’ul Falah dapat diaplikasikan di lembaga-lembaga pendidikan lain.   

  1. D.    Kajian pustaka
 Harus diakui bahwa penelitian ini tidak berangkat dari kekosongan. Namun harus juga kita akui tema tentang pendidikan berbasis karakter telah banyak yang membahasnya, tapi buku maupun penelitian yang mengkaji tema ini secara spesifik belum begitu banyak, bahkan sangat sedit dan sulit kita jumpai. Karena pendidikan berbasis karakter merupakan tema atau isu aktual hari-hari ini yang baru dirumuskan oleh pemerintah dan akan dijadikan sebagai basic kurikiulum pendidikan. Oleh karena itu, dalam kajian pustaka ini penulis hanya memaparkan bebera buku tulisan yang telah membahas tentang pendidikan berbasis karakter sebatas yang pnulis temukan.  Di antara beberapa tulisan dan buku yang membahas pendidikan karakter, antara lain:
Tulisan Drs. Najib Sulhan, MA yang berjudul Pendidikan Berbasis Karakter. Tulisan ini menyampaikan tiga pilar pendidikan berbasis karakter sebagai pijakan. Ketiga pilar itu memadukan potensi dasar anak yang selanjutnya bisa dikembangkan. Pilar pertama, membangun watak, kepribadian atau moral. Pilar kedua, mengembangkan kecerdasan majemuk. Pilar ketiga, kebermaknaan pembelajaran. Pilar pertama mengacu pada perilaku (akhlak) yang mulia, misalnya yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Pilar kedua mengacu pada prinsip bahwa semua anak itu cerdas. Setiap anak memiliki keunikan dan kecerdasan yang berbeda-beda (multiple intelligence). Kecerdasan masing-masing itulah yang dikembangkan. Pilar ketiga mengacu pada proses pembelajaran yang bermakna, yaitu yang memberikan nilai manfaat untuk menyiapkan kemandirian anak. Konsep pendidikan karakter yang digagas penulis juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. [1]
Tulisan Ganes Gunansyah, M.Pd yang berjudul Orientasi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar berbasis Pendidikan Karakter. Tulisan ini menekankan pada orang tua, guru maupun lembaga pendidikan memiliki tanggungjawab untuk memberikan penanaman dan pembinaan terhadap aspek kepribadian dan karakter peserta didik ketika di tingkatan sekolah dasar dengan menekankan aspek nilai-nilai moral.[2]
Buku berjudul Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter? yang sunting oleh Arismantoro. Buku merupakan kumpulan tulisan atau artikel Seto Mulyadi (kak Seto) dkk, tentang bagaimana mendidik anak dini melalui keluarga, ayah, ibu dan kakek atau nenek. Dalam buku ini hanya ada atu tulisan yang secara khusus dan global membahas pendidikan karakter. Namun belum dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang hakikat, konsep dan implementasi pendidikan karakter secara konkrit dan realistis. Selain itu, tulisan ini juga tidak membahas bagaimana pendidikan berkarakter diterapkan dalam lembaga formal.[3]
Berdasarkan kajian beberapa tulisan diatas, ternyata belum ditemukan rumusan konsep pendidikan berbasis karakter secara jelas dan teknik implementasinya secara kongkrit dan realistis. Ketiga tulisan di atas hanya memberi wacana tentang pendidikan karakter, tapi belum memberikan hakikat, konsep dan teknik implementsi pendidikan berkarakter yang dijadikan basis pelaksanaan pendidikan yang secara riel dan realistis dapat diterapkan. Karena itulah, penelitian ini bermaksud memeberikan kontribusi baru terkait konsep dan implementasi pendidikan berbasis karakter melalui penelitian di Perguruan Islam Mathali’ul Falah yang selama ini telah terbilang sukses dalam mendidik kepribadian dan karakter siswanya. Kontribusi tersebut berupa urun rembuk dan tawaran tambahan tentang point-point yang belum tekandung dalam tulisan-tulisan terdahulu.

  1. E.     Kerangka Teori
Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan non-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus berkarakter.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai konsep pendidikan berbasis karakter, maka dibawah ini akan dipaparkan beberapa pendapat para tokoh tentang konsep pendidikan karakter yang merupakan landasan teori penelitian ini .
  1. Pengertian Karakter
Menurut Battitich (2008) karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skill). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti berfikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh tidak keadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara afektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakat. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik.[4]
Sedangkan karakter menurut Alwison (2006) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai-nilai benar-salah, baik- buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian (personality) dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu. [5]
Wynne (1991) berpendapat karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh karena itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bias disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral. [6]
2. Pendidikan Karakter dan Karakter dasar yang  Harus dikembangkan
David Elkind & Freddy Sweet Ph.D, pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Pendidikan karakter diartikan sebagai the deliberature use of all dimensions of school life to foster optimal carahter development. Hal ini berarti, guna mendukung perkembangan peserta didik, seluruh komponen di sekolah harus dilibatkan, yakni meliputi isi kurikulum, proses pembelajaran, kualitas hubungan, penanganan pembelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kulikuler, dan etos seluruh lingkungan sekolah.[7]
Menurut Foerster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter, yaitu sebagai berikut. Pertama, keteraturan interior di mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. Kedua, koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain karena tidak adanya koherensi akan meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga, otonomi yaitu dimana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar menjadi nilai-nilai bagi pribadi melalui penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan serta tekanan orang lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan, yaitu berupa daya tahan seseorang guna menginginkan apa yang dipandang baik.
Menurut William Kilpatrick, dalam pendidikan karakter ada tiga komponen karakter baik yang harus dikembangkan dan merupakan cirikhas dari pendidikan karakter, yaitu pertama, moral knowing atau pengetahuan tentang moral, yaitu merupakan kesadaran moral (moral awarenes), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral value), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil dan menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka. Kedua, Moral feeling, yaitu merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus diraskan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Ketiga, moral Action, yaitu merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu: kompetensi (competence), keingginan (will), dan kebiasaan (habit).[8]  
Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.[9]
Sang Pencetus Pendidikan Holistik Berbasis Karakter, Ratna Megawangi, menjelaskan ada Sembilan pilar karakter dasar dalam pendidikan berbasis karakter yang harus di ditanamkan dan dikembangkan dalam diri siswa, yaitu:  (1) cinta Tuhan dan kebenaran; (2) tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3) amanah; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerjasama; (6) percaya diri kreatif, dan pantang menyerah, (7) keadilan dan kepemimpinan, (8) baik dan rendah hati; dan (9) toleransi dan cinta damai. Ini artinya, pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekadar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (ranah kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (ranah afektif) nilai yang baik, dan mau melakukannya (ranah psikomotor).[10]
Sumantri mengatakan, bahwa dalam pendidikan karakter, terdapat enam nilai etik utama (core ethical values) seperti yang tertuang dalam deklarasi Aspen yaitu meliputi (1) dapat dipercaya (trustworthy) seperti sifat jujur (honesty) dan integritas (integrity), (2) memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect), (3) bertanggungjawab (responsible), (4) adil (fair), (5) kasih sayang (caring) dan warganegara yang baik (good citizen).
Sementara Dorothy Rich mengungkapkan beberapa nilai dan kebiasaan dalam pendidikan karakter yang dapat dipelajari dan diajarkan oleh orangtua maupun sekolah, yang selanjutnya dinamakan “mega skills” yaitu meliputi: percaya diri (confidence), motivasi (motivation), usaha (effort), tanggungjawab (responsibility), inisiatif (initiative), kemauan kuat (perseverence), kasih sayang (caring), kerjasama (teamwork), berpikir logis (common sense), pemecahan masalah (problem solving), konsentrasi pada tujuan (focus).[11]
3.Prinsip dan Strategi Implementasi Pendidikan Karakter
Menurut T. Lickona, E. Schaps dan C. lewis (2003), pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip berikut:
1)   Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
2)   Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
3)   Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter
4)   Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5)   Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik.
6)   Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses.
7)   Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.
8)   Mengfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk mendidik karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.
9)   Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
10)  Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.[12]
11)  Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru karakter, dan manesfetasi karakter positif dalam kehidupan siswa.
Sedangkan setrategi implementasi pendidikan karakter menurut Hiritage Foundation dalah sebagai berikut:
1)   Melibatkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif siswa, yaitu metode yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat secara aktif dengan diberikan materi pelajaran yang kongkret, bermakna, serta relevan dalam konteks kehidupan. (student active learning, contextual learning, inquiry based learning).
2)   Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif (conducive learning community) sehingga anak dapat belajar dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman dan memberikan semangat.
3)   Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good dan acting the good.
4)   Metode pengajaran yang memperhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia.
5)   Seluruh pendekatan di atas menerapkan prinsip-prinsip Developmentally Appropriate Practices.
6)   Membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas dan seluruh sekolah. Yang pertama dan terpenting adalah bahwa lingkungan sekolah harus berkarakteristik aman serta saling percaya, hormat dan perhatian pada kesejahteraan lainnya.
7)   Model perilaku positif. Bagian terpenting dari penetapan lingkungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas adalah teladan perilaku penuh perhatian dan penuh penghargaan dari guru dalam interaksi dengan siswa.
8)   Menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi aktif dan penuh makna termasuk dalam kehidupan di kelas dan sekolah. Sekolah harus menjadi lingkungan yang lebih demokratis sekaligus tempat bagi siswa untuk membuat keputusan dan tindakannya. Serta untuk merefleksi atas hasil tindakannya.
9)   Mengajarkan keterampilan sosial dan emosional secara esensial. Bagian terpenting dari peningkatan perkembangan positif siswa termasuk pengajaran langsung keterampilan social-emosional, seperti mendengarkan ketika orang lain bicara, mengenali dan memenej emosi, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik melalui cara lemah lembut yang menghargai kebutuhan (kepentingan) masing-masing.
10)  Melibatkan siswa dalam wacana moral. Isu moral adalah esensi pendidkan  anak untuk menjadi prososial, moral manusia.
11)  Membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk siswa.
12)  Tak ada yang terabaikan. Tuluk ukur yang sesungguhnya dari kesuksesan sekolah termasuk pendidikan semua siswa untuk mewujudkan potensi mereka dengan membantu mereka mengembangkan bakat khusus dan kemampuan mereka, dan dengan membangkitkan pertumbuhan intelektual, etika dan emosi mereka.[13]
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis mengambil pendapat William Kilpatrick tentang kompenen karakter yang baik dalam pendidikan karakter, yaitu moral knowing, moral feeling dan moral action. kemudian dengan mengelaborasikan pendapat Ratna Mega Wangi tentang 9 pilar karakter dasar. Sedangkan dalam konteks prinsip dan strategi implementasi pendidikan berbasis karakter, penulis menggunakan pendapat T. Lickona, E. Schaps dan C. lewis (2003) dan Hiritage Foundation.   Keempat pendapat tersebut akan penulis jadikan landasan teori dalam penelitian untuk merumuskan pendidikan berbasis karakter dan implementasinya di Perguruan Islam Mathali’ul Falah kajen Margoyoso Pati.

  1. F.     Metode Penelitian
    1. Sifat dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bersifat kualitatif. Makksudnya bahwa penelitian ini diarahkan untuk merumuskan konsep pendidikan berbasis karakter dan implementasinya dengan cara melakukan observasi dan wawancara, untuk kemudian data yang telah diperoleh dipaparkan dan dianalisis secara kualitatif untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif.
  1. Suber Data
Sumber data diperoleh melalui aktifitas observasi lapangan dan wawancara dengan beberapa kiayi dan para asatidz terkait, buku-buku, artikel-artikel, dokumen dan sumber kepustakaan lainnya, dimana masing-masing sumber dipilah menjadi dua macam, yaitu sumber primer dan sumber skunder.
  1. Sumber Primer
Sumber primer dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara dengan sebagian kiayi dan astidz Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen- Margoyoso -Pati.
  1. Sumber Sekunder
Sedangkan sumber data sekunder burupa buku-buku, artikel-artikel, majalah atau Koran-koran yang membahas permasalahan pendidikan berbasis karakter serta dokumen-dokumen yang dianggap perlu.
  1. Metode Analisis data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan teknik analisis induktif,yaitu menguraikan, menjelaskan dan mengartikan data-data yang masih bersifat umum menuju ke suatu makna kesimpulan. Analisis data induktif adalah analisis data secara deskriftif-kualitatif dengan tujuan mendapatkan gambaran dari data dan informasi kemudian dianalisis dengan metode berfikir induktif, yakni berangkat dari teori khusus untuk  menemukan kesimpulan umum.
  1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis-sosiologis, dalam arti bahwa penelitian ini ditujukan untuk merumuskan konsep pendidikan berbasis karakter dan implementasinya berdasarkan pemahaman terhadap teori dan pendapat para tokoh psikologi dan sosiologi dalam konteks pendidikan.

  1. G.    Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mendapatkan pembahasan yang komprehensif dan sistematis, penelitian ini akan dibagi beberapa bab yang saling berkaaitan secara logis sebagai berikut:
BAB I             : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, penegasan istilah, alasan pemilihan judul, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan  lokasi penelitian,  serta sistematika skripsi.
BAB II                        : KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang pengertian, dasar-dasar filosofis dan UU  pendidikan berbasis karakter, pilar-pilar dan komponen karakter dasar yang baik dalam  pendidikan berbasis karakter, prinsip dan strategi implementasi pendidikan berbasis karakter.
BAB III          : METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang pendekatan dan jenis penelitian, rancangan penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, metode dalam menganalisis data dan pertimbangan etika penelitian, serta tahap-tahap kegiatan penelitian.
BAB IV          : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat tentang situasi umum Perguruan Islam Mathali’ul Faah Kajen Margoyoso Pati, letak geografis, kedaan keagamaan masyarakat setempat dan konsep serta implementasi pendidikan berbasis karakter di Perguruan Islam Matholi’ul Falah.

BAB V            : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang             sekaligus merupakan penutup dari seluruh rangkaian pembahasan.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, Jamal, Anak Cerdas Anak Berakhlak, Cetakan pertama, Semarang:  Pustaka  Adnan, 2010.
Elmubarok, Z., Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai, Bandung: Alfabeta, 2009.
Endang, Sumantri,  Pendidikan Karakter Harapan Handal Bagi Masa Depan Pendidikan Bangsa. Materi Perkuliahan Prodi Pendidikan Umum SPs UPI. (2010).
Hasan, Hamzah, Melejitkan 3 Potensi Dasar Anak, cetakan pertama, Tangerang: Qultum Media, 2009.
Hasyim, Abdullah dkk, Keluarga Sejahtera dan Keluarga Reproduksi:Dalam Pandangan Islam, cetakan pertama, Jakarta, 2008.
Mulyadi, Seto dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, cetakan I, Yogyakarta: TIARA WACANA, 2008.
Musthafa, Fuham, Asy-syaikh, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, cetakan pertama, Jakarta: MUSTAQIM, 2004.
Reyadh, Saad, Mencetak Anak Jenius, cetakan cetakan pertama, Surakarta: Rahma Media Pustaka, 2009.
Shulhan, Najib, Pendidikan Berbasis Karakter, cetakan: pertama, Surabaya: Jaring   Pena, 2010.
Suhartono, Suparlan, Filsafat pendidikan, cetakan pertama, Jogjakarta: AR-Ruzz, 2006.
Sumantri, Endang, Pendidikan Karakter Harapan Handal Bagi Masa Depan        Pendidikan Bangsa. Materi Perkuliahan      Prodi Pendidikan Umum SPs UPI. (2010).
Zainu, Jamil bin Muhammad, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, cetakan kedua, Jakarta: MUSTAQIM, 2003.
























[1]Najib Shulhan, Pendidikan Berbasis Karakter, cetakan: pertama, (Surabaya: Jaring Pena, 2010).
[2] Ganes Gunansyah, Orientasi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar berbasis Pendidikan Karakter, dalam  http: //www. Gunawansyah.pdk.go.id/. Diunduh pada hari senin, tanggal 22 November 2010, pukul 09.00 WIB.
[3]Seto Mulyadi dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, cetakan I, (Yogyakarta: TIARA WACANA, 2008).
[4]Seto Mulyadi dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter, cetakan I, (Yogyakarta: TIARA WACANA, 2008), hal. 27
[5]Ibid.
[6]Ibid., hal. 28
[7]Ibid.
[8]Ibid., 30-31
[9]Ahkmad Sudrajat, konsep Pendidikan Karakter, dalam http ://www. Sudrajat.go.id/. diunduh pada hari selasa, tanggal 23 November 2010, pukul 13.30 WIB.
[10]Seto Mulyadi dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter,…………….hal. 29
[11]Z. Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal 82

[12]Seto Mulyadi dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter,…………….hal. 31-32
[13] Seto Mulyadi dkk, Character Building:Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter,…………….hal.32-34
http://stf1100025.wordpress.com/2011/07/30/pendidikan-berbasis-karakter/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENYUSUNAN TES

MAKALAH KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMP PENGEMBANGAN KURIKULM PAI SMP

PROPOSAL LKD